Tantangan Ekspor Perikanan Indonesia dan Solusi yang Efektif

Ekspor perikanan Indonesia menghadapi berbagai tantangan yang semakin kompleks, baik dari sisi keamanan pangan, standar internasional, maupun dinamika pasar global. Dengan posisi sebagai salah satu negara pengekspor ikan terbesar di dunia, Indonesia harus terus meningkatkan kualitas produk agar tetap kompetitif di pasar internasional. Namun, beberapa isu seperti penolakan produk oleh Amerika Serikat dan tarif ekspor yang tinggi menunjukkan bahwa tantangan ini tidak bisa diabaikan.

Isu Keamanan Pangan dan Penolakan Produk

Salah satu isu terbaru yang menggemparkan sektor perikanan adalah penolakan udang beku merek Great Value oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA). Temuan isotop radioaktif Cesium-137 dalam kadar 68,48 Bq/kg ± 8,25 Bq/kg memicu penarikan produk tersebut. Meskipun kadar tersebut masih di bawah level intervensi FDA, kasus ini menjadi peringatan penting bagi seluruh pemangku kepentingan.

Indun Dewi Puspita, dosen Teknologi Hasil Perikanan UGM, menjelaskan bahwa isu ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga kualitas dan keamanan produk perikanan. “Kerugian ekonomi yang besar akibat penolakan produk juga berdampak pada rantai pasok, termasuk biaya produksi dan reputasi eksportir,” ujarnya. Hal ini memperlihatkan bahwa ketidakpuasan pasar internasional bisa sangat merugikan industri perikanan Indonesia.

Dampak Tarif Ekspor dan Kebijakan Internasional

Diversifikasi pasar ekspor perikanan Indonesia

Selain masalah keamanan pangan, Indonesia juga menghadapi tantangan dari kebijakan tarif ekspor yang diterapkan oleh negara-negara tujuan utama. Contohnya, kebijakan tarif resiprokal 32% oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberi dampak signifikan pada ekspor perikanan Indonesia. Ekspor produk perikanan ke AS didominasi oleh udang dengan nilai US$1,08 miliar, serta komoditas lain seperti rajungan, lobster, dan tuna.

Doni Ismanto Darwin, Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan, menyatakan bahwa kebijakan tarif ini bisa menjadi ancaman masa depan ekspor. Untuk mengatasi hal ini, diversifikasi pasar ekspor menjadi solusi yang sangat penting. Negara-negara seperti Jepang, Tiongkok, Eropa, dan Timur Tengah memiliki potensi besar sebagai alternatif pasar baru. Selain itu, perjanjian dagang Comprehensive Economic Partnership Agreement (CEPA) antara Indonesia dan Uni Eropa juga menjadi langkah strategis untuk menurunkan tarif dan meningkatkan akses pasar.

Keterbukaan Informasi dan Sistem Traceability

Penguatan sistem keamanan pangan dalam ekspor perikanan

Dalam konteks solusi jangka panjang, keterbukaan informasi dan sistem traceability menjadi kunci untuk mengembalikan kepercayaan pasar global. Indun menjelaskan bahwa transparansi dianggap sebagai kunci agar sumber masalah bisa segera dilacak dan ditangani. “Sistem pelacakan juga dapat mempercepat langkah koreksi sehingga tidak menimbulkan kerugian yang lebih besar,” tambahnya.

Selain itu, penggunaan teknologi digital seperti e-COO (e-Certificate of Origin) dan pengembangan cold chain berbasis koperasi juga diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing produk perikanan Indonesia. Ini akan membantu mengurangi biaya logistik dan mempercepat proses ekspor.

Rekomendasi untuk Peningkatan Daya Saing

Nimmi Zulbainarni, pengajar Sekolah Bisnis IPB University, merekomendasikan beberapa langkah untuk meningkatkan daya saing sektor perikanan Indonesia. Pertama, pemerintah perlu memperluas jangkauan pasar ekspor ke Timur Tengah dan Eropa Timur. Kedua, harmonisasi sertifikasi dan optimalisasi peran Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) diperlukan untuk memperkuat penetrasi pasar baru.

Selain itu, reformasi regulasi domestik juga penting. Misalnya, penyederhanaan aturan karantina untuk pengiriman ikan beku antar pulau bisa membantu mempercepat arus barang dan menurunkan biaya transaksi. Penguatan rantai dingin dan adopsi digitalisasi di kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga menjadi fokus utama.

Hilirisasi Produk dan Kolaborasi Triple Helix

Hilirisasi produk perikanan menjadi strategi penting untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing. Komoditas seperti udang, tuna, bandeng, kerapu, dan rumput laut memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi produk siap konsumsi atau olahan bernilai tinggi. Parid Ridwanuddin, peneliti kelautan Yayasan Auriga Nusantara, menekankan pentingnya kolaborasi triple helix—pemerintah, industri, dan akademisi—untuk mendukung hilirisasi.

Selain itu, pemerintah perlu memperbaiki tata kelola industri perikanan secara keseluruhan. Ini mencakup penangkapan ikan yang berkelanjutan, pengelolaan sumber daya laut, dan perlindungan ekosistem laut. Dengan demikian, ekspor perikanan Indonesia tidak hanya meningkatkan pendapatan, tetapi juga menjaga keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan nelayan.

Kesimpulan

Tantangan ekspor perikanan Indonesia membutuhkan pendekatan holistik dan kolaborasi lintas sektor. Dari sisi keamanan pangan hingga regulasi perdagangan, setiap aspek harus diperhatikan agar produk perikanan Indonesia tetap kompetitif di pasar global. Dengan solusi yang efektif dan inovatif, Indonesia bisa mempertahankan posisinya sebagai salah satu negara pengekspor ikan terbesar di dunia.


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *