Tren Produksi Rajungan Ekspor di Indonesia dan Faktor yang Mempengaruhinya

Indonesia telah lama menjadi salah satu negara penghasil rajungan terbesar di dunia, dengan komoditas ini menjadi bagian dari sektor perikanan yang berkontribusi signifikan pada perekonomian nasional. Rajungan, atau blue swimming crab (BSC), tidak hanya menjadi sumber pendapatan bagi ribuan nelayan, tetapi juga menjadi salah satu komoditas ekspor yang diminati di pasar global. Namun, tren produksi rajungan ekspor di Indonesia menghadapi tantangan yang kompleks, mulai dari keberlanjutan lingkungan hingga persaingan internasional.

Peran Rajungan dalam Ekspor Produk Perikanan Indonesia

Rajungan merupakan salah satu dari lima spesies kepiting yang diperdagangkan secara global. Di Indonesia, rajungan menjadi komoditas bernilai ekonomi tinggi yang diekspor ke berbagai negara. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), nilai ekspor rajungan mencapai USD448 juta pada tahun 2023, dengan tiga pasar utama yaitu Amerika Serikat (71 persen), Jepang (9 persen), dan Malaysia (7 persen). Selain itu, rajungan juga menjadi salah satu dari lima komoditas prioritas sektor perikanan Indonesia yang ditetapkan dalam program hilirisasi selama periode 2024–2029.

Produksi rajungan di Indonesia didominasi oleh nelayan skala kecil yang menggunakan kapal ikan berukuran kurang dari 10 gross ton (GT). Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 712, khususnya di wilayah Laut Jawa seperti Cirebon, Jawa Barat, menjadi pusat utama produksi rajungan, dengan kontribusi mencapai 47,5 persen dari total produksi nasional.

Tantangan dalam Produksi Rajungan

Meskipun rajungan memiliki potensi ekonomi yang besar, produksi rajungan di Indonesia menghadapi beberapa tantangan serius. Salah satunya adalah praktik penangkapan yang masif dan tidak ramah lingkungan. Penangkapan yang berlebihan, alat tangkap yang merusak habitat, serta kurangnya perlindungan tempat pembibitan dan pemijahan menyebabkan populasi rajungan menurun drastis. Menurut Koordinator Indonesia Blue Green Advisors, Imam Syuhada, kondisi stok rajungan saat ini dalam kondisi buruk, dengan beberapa wilayah melaporkan tingkat rasio potensi pemijahan (SPR) di bawah 15 persen.

Selain itu, akses terbuka untuk penangkapan rajungan memicu semakin banyaknya pelaku usaha yang terlibat dalam aktivitas penangkapan, sehingga meningkatkan tekanan terhadap sumber daya alam. Hal ini memperkuat kekhawatiran tentang keberlanjutan produksi rajungan di masa depan.

Inisiatif Budi Daya dan Diversifikasi Pasar

Untuk mengurangi ketergantungan pada hasil tangkapan di alam, upaya budi daya rajungan mulai dilakukan. Namun, proses ini masih menghadapi tantangan, seperti biaya yang relatif mahal dan keterbatasan pasokan benih. Hingga saat ini, baru dua lembaga yang berhasil menyediakan bibit rajungan, yaitu Balai Besar Perikanan Budi Daya Air Payau di Jepara dan Takalar.

Di samping itu, diversifikasi pasar juga menjadi strategi penting dalam meningkatkan permintaan rajungan. Selain ekspor, rajungan juga dipasok ke pasar domestik dan regional, termasuk penjualan segar di pasar lokal. Namun, impor rajungan dari negara lain seperti Tunisia juga mulai muncul sebagai alternatif, meski menimbulkan kekhawatiran tentang ketertelusuran dan kualitas produk.

Rekomendasi untuk Tata Kelola Rajungan

Imam Syuhada merekomendasikan empat langkah penting untuk meningkatkan tata kelola perikanan rajungan:

  1. Peningkatan regulasi dan pengawasan: Pemerintah perlu memperketat aturan penangkapan dan mengimplementasikan standar nasional yang dapat dijalankan secara efektif.
  2. Koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah: Diperlukan kerja sama yang lebih baik antara pemerintah pusat dan provinsi untuk menjaga keselarasan prioritas dan anggaran.
  3. Penguatan partisipasi masyarakat dan LSM: Partisipasi aktif masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) diperlukan untuk memastikan pengelolaan yang berkelanjutan.
  4. Evaluasi kebijakan impor: Kebijakan impor harus dievaluasi dengan cermat untuk menghindari dampak negatif terhadap industri perikanan lokal.

Kesimpulan

Tren produksi rajungan ekspor di Indonesia menunjukkan potensi besar, namun juga menghadapi tantangan serius terkait keberlanjutan dan pengelolaan sumber daya. Untuk menjaga kestabilan produksi dan kualitas ekspor, diperlukan kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat. Dengan pendekatan yang tepat, rajungan dapat tetap menjadi komoditas unggulan Indonesia di pasar global.



Nelayan Rajungan Menangkap Ikan di Laut

Rajungan Diekspor ke Pasar Global


Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *